Guru Tak Seharusnya Menjadi Hegemoni di Sekolah

Sekolah itu wajib hukumnya. Bahkan pemerintah sudah menerapkan kebijakan wajib belajar selama 12 Tahun (6 Tahun Sekolah Dasar, 3 Tahun Sekolah Menengah Pertama, dan 3 Tahun Sekolah Menengah Atas) yang biayanya bisa digratiskan oleh pemerintah jika bersekolah di sekolah negeri.

Tapi saat ini saya tidak membahas wajib belajarnya, tapi gurunya. Masih banyak guru-guru yang lebih menunjukkan hegemoninya daripada keinginan untuk mengajar murid. Sebagai contoh, ketika guru mewajibkan murid untuk menggunakan satu cara dalam mengerjakan soal dan tidak boleh menggunakan cara lain yang mungkin dirasa muridnya lebih mudah, hanya karena guru tersebut tidak mengetahui bahwa ada cara yang lebih mudah. Ini sudah menunjukkan kalau guru tersebut hanya menggunakan posisinya untuk hegemoni dan bukannya mengajar.

Lalu apakah ini baik? Kalau saya lihat, sepertinya tidak ada sisi positif apapun untuk memaksa murid menggunakan satu cara dalam mengerjakan soal tertentu. Yang ada dan terjadi adalah murid menjadi kaku dan merasa tidak bisa mengembangkan kreativitasnya dalam mengerjakan soal.

Guru Tak Seharusnya Menjadi Hegemoni di Sekolah

Hal ini banyak terjadi terutama dalam pelajaran eksak seperti Matematika. Banyak soal menjadi sulit untuk dikerjakan hanya karena diharuskan menggunakan cara tertentu. Sebagai contoh soal tentang perbandingan harga sebelum dan sesudah diskon, dimana soal ini seharusnya bisa diselesaikan dengan persamaan sederhana namun kenapa ada beberapa guru yang memaksakan menggunakan rumus yang rumit? Bukankah tujuannya hanya satu yaitu mendapatkan hasil yang tepat?

Lalu satu hal lagi yang ingin saya sorot, yaitu berkenaan dengan tugas liburan. Saya tidak menyalahkan guru yang memberikan tugas saat liburan, namun yang saya permasalahkan mengapa berlomba-lomba masing-masing guru adu banyak untuk memberikan tugas dan PR dengan deadline yang mepet? Memang ini akan melatih murid untuk bekerja di bawah tekanan nantinya, namun jika terlalu banyak dan terlalu berat, ini jadi menghilangkan esensi dari tugas itu sendiri.

Pada akhirnya liburan yang seharusnya dinikmati para murid, menjadi tidak efektif karena harus menyelesaikan tugas menumpuk. Masih mending kalau liburan tidak efektif menjadikan tugas yang dikerjakan menjadi baik atau sempurna. Tapi apa yang terjadi? Tugasnya ternyata juga ada yang bolong. Belum lagi pada akhirnya ada murid yang akhirnya memiliki mindset sesat yaitu "Kalau liburan ada tugas sekolah, berarti berhak libur (bolos) pada saat sekolah". Akhirnya tujuan yang sebenarnya mulia, malah menjadikan penyebab permasalahan sosial yang baru.

Masih ada lagi hal yang tidak kalah penting. Yaitu guru yang memaksa agar muridnya harus lihai dalam mata pelajaran yang dia ajarkan. Tidak bisa maka berarti murid itu bodoh. Ini jelas tidak benar, mengingat setiap manusia memiliki keahlian masing-masing dan tidak bisa dipaksa untuk selalu mendalami keahlian lain yang tidak ia sukai. Yang paling lucu adalah ketika murid tidak bisa pelajaran matematika, maka akan diberlakukan hukum auto bodoh (bodoh secara otomatis). Padahal, bisa jadi murid itu ahli di bidang lain yang belum tentu guru matematika itu bisa.

Apa ini bentuk balas dendam saya? Oh tentu tidak, saya dulunya termasuk murid rajin dan pandai di sekolah, bahkan langganan rangking sejak Sekolah Dasar. Namun, saya juga melihat kenyataan kalau banyak hal yang ternyata tidak beres karena hegemoni guru ini, terutama setelah saya sendiri merasakan sebagai guru. Hegemoni guru ini membuat murid tidak betah mengenyam pendidikan!

Pada akhirnya apa yang terjadi? Sudah menjadi fenomena umum kalau murid akan senang jika gurunya tidak masuk atau jam kosong saat pelajaran. Padahal, mereka sekolah bayar mahal-mahal. Fenomena ini berlaku mulai dari sekolah "pinggiran" yang biayanya murah sampai dengan sekolah taraf internasional yang biayanya selangit, dan itu sudah sering saya temui.

Bukankah sebaiknya menjadi guru yang selalu disukai murid? Seharusnya saat kita sebagai guru tidak datang ke sekolah maka murid menjadi kangen. Hal ini juga pernah saya rasakan ketika saya bersekolah, ada guru yang saya senang jika dia tidak datang dan ada juga guru yang saya sedih jika dia tidak datang.

Sekarang semua tergantung anda, masih mau mempertahankan hegemoni seorang guru hanya untuk tujuan yang belum tentu bisa terwujud atau mau berubah agar pendidikan semakin lebih baik. Memang pendidikan gaya feodal sudah mulai ditinggalkan, namun akan lebih baik lagi jika perubahan terus ke arah yang lebih baik. Saya berharap suatu hari nanti, semua murid merindukan sekolah dan bukannya berjuang untuk menghindarinya.
Dwinandha Legawa
Dwinandha Legawa Author blog yang lagi sibuk berkelana. Temukan saya di LinkedIn:

Post a Comment for "Guru Tak Seharusnya Menjadi Hegemoni di Sekolah"